BERKAS JUDICIAL REVIEW WAJIB MENYALAKAN LAMPU UTAMA DI SIANG HARI BAGI PENGENDARA SEPEDA MOTOR (kajian awal)


Bangkalan, 19 Maret 2017

Kepada Yth.
KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI 
REPUBLIK INDONESIA
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat 10110

Hal:   Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dengan hormat,
Kami Yang Bertanda Tangan Di Bawah Ini:
1
Nama                                  :
Hamid Madani

Tempat tanggal lahir/ umur  :
Sampang, 10 Juli 1995/21
Agama                                 :
Islam
Pekerjaan                             :
Belum/Tidak Bekerja
Kewarganegaraan                :
Indonesia
Alamat Lengkap                  :
Dusun Tajjan Barat, Desa Pancor, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang.

2
Nama                               :
Moh Hidayat

Tempat tanggal lahir/ umur  :
Pamekasan, 11 Januari 1995/21
Agama                                 :
Islam
Pekerjaan                             :
Belum/Tidak Bekerja
Kewarganegaraan                :
Indonesia

Alamat Lengkap                  :
Dusun Rek Laok II, Desa Rek Kerrek, Kecamatan Palengngaan, Kabupaten Pamekasan.    


3
Nama                                    :
Husaini

Tempat tanggal lahir/ umur  :
Sampit, 16 Juni 1996/20
Agama                                 :
Islam
Pekerjaan                             :
Belum/Tidak Bekerja
Kewarganegaraan                :
Indonesia
Alamat Lengkap                  :
Jalan Manggis, Kelurahan  Gunung Sekar, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang
4















4
Nama                                    :
Nada Eka Rahmawati

Tempat tanggal lahir/ umur  :
Sampang, 24 Desember 1996/20
Agama                                 :
Islam
Pekerjaan                             :
Belum/Tidak Bekerja
Kewarganegaraan                :
Indonesia
Alamat Lengkap                  :
JL. Diponogoro, Kel. banyuanyar, kec. Sampang, kab. Sampang
 

Para Mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, Memilih domisili di JL. Raya Telang Gang 02 Kec. Kamal Kab Bangkalan, Jawa Timur.
Dengan ini kami para pemohon mengajukan permohonan pengujian materil terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96) yang selanjutnya disebut “UU LLAJ”, (Bukti P-2) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut “UUD NRI 1945(Bukti P-1).


I.    PERSYARATAN FORMIL PENGAJUAN PERMOHONAN

A.    KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1.    Perubahan UUD NRI 1945 telah menciptakan sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk mengawal konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia selanjutnya disebut “MKRI”, sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman MKRI diharapkan mampu menegakan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan yang diberikan. MKRI juga diharuskan mampu memberikan keseimbangan atau (cheks and balances) antara lembaga negara dan menyelesaikan sengketa konstitusional agar hukum dasar yang terkandung dalam UUD 1945 tetap terjaga.
2.    Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 24 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
3.    Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi:
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum...

4.    Bahwa berdasarkan pasal 10 ayat (1) UU No 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor (1 ) Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menjadi undang – undang  yang berbunyi :
‘’mahakamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1.      Menguji undang – undang terhadap Undang – undang  Dasar Negara Republik Indonesia ;
2.      Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang – undang Dasa Negara Republik Indonesia tahun 1945;
3.      Memutus pembubaran partai politik; dan
4.      Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.
5.    Bahwa berdasarkan uraian-uraian point di atas, kami berkesimpulan bahwa mahkamah konstitusi berwenag mengadili pengujian Undang – undang  Nomor  22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dalam melakukan pengujian undang undang a quo.

6.    Bahwa mengacu kepada ketentuan tersebut di atas, MK berwenang untuk melakukan pengujian konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap UUD NRI 1945.

7.    Dalam hal ini, para pemohon, memohon agar MK melakukan pengujian terhadap Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ yaitu Pasal 107 ayat (2) bertentangan dengan pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945.

B.     KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON

8.    Bahwa berdasarkan ketentuan dalam pasal 3 peraturan mahkamah konstitusi nomor 06/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam pengujian undang-undang tentang kedudukan hukum diatur sebagai berikut, “pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 adalah :
                 i.             Perorangan warga negara indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama;
               ii.            Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik indonesia yang diatur dalam undang-undang;
             iii.            Badan hukum publik atau badan hukum privat;
              iv.            Lembaga negara
Bahwa yang dimaksud dengan perorangan warga negara indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama sebagaimana ketentuan huruf i di atas adalah perorangan atau kelompok orang yang berniat untuk memperjuangkan hak konstitutionalnya yang merasa telah dilanggar atas berlakunya suatu undang-undang baik sendiri-sendiri maupun secara kolektif, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 28 c ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”
9.      Bahwa para pemohon adalah perorangan warga negara indonesia (WNI) atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama berstatus sebagai mahasiswa sehingga memenuhi syarat sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang a quo.
10.  Bahwa dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK , terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk menguji apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara pengujian undang-undang, yaitu (I) terpenuhinya kualifikasi untuk bertindak sebagai pemohon, dan (II) adanya hak dan/atau Hak Konstitusional dari Para Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang.
11.  Bahwa oleh karena itu, Para Pemohon menguraikan kedudukan hukum (Legal Standing) Para Pemohon dalam mengajukan permohonan dalam perkara a quo, sebagai berikut:

Pertama, Kualifikasi sebagai Pemohon. Bahwa kualifikasi Pemohon I sampai dengan Pemohon V adalah sebagai Perorangan warga negara indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama.
Kedua,     Kerugian Konstitusional Para Pemohon. Mengenai parameter kerugian konstitusional, MK telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang harus memenuhi 5 (lima) syarat sebagaimana Putusan MK Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, yaitu sebagai berikut:
a.    adanya hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD NRI 1945;
b.    Bahwa hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
c.    Bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d.    adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e.    adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian dan/atau kewenangan Konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

12.    Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, sebagai mahasiswa Fakultas Hukum para pemohon menyimpulkan bahwa kami memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam melakukan pengujian terhadap Undang-Undang a quo
13.    Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, kami para pemohon memiliki hak konstitusional yang telah dilanggaar atas berlakunya undang-undang a quo.
berikut ini penjelasan para pemohon tentang hak konstitusonalnya yang dirugikan sebagaimana yang ditentukan dala pasal 51 ayat (1) UU MK, dan Yurisprudensi MK sebagaimana tertuang dalam putusan nomor 006/PUU-III/2005 juncto putusan Nomor 11/PUU-V/2007 atas berl;akunya undang-undang a quo khususnya pada pasal 62, pasal 63, pasal 64, pasal 65, pasal 74, pasal 78, pasal 84, dan pasal yang menimbulkan kepastian hukum.
14.    Bahwa Para Pemohon mempunyai hak konstitusional yang diberikan oleh UUD NRI 1945, adalah Hak atas perlindungan terhadap harta benda yang di bawah kekuasaan kami, serta hak untuk mendapatkan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, berdasarkan Pasal 28G Ayat  (1) dan pasal 28D UUD NRI 1945 yang berbunyi:

- Pasal 28G Ayat  (1) UUD NRI 1945
(1)    Setiap orang berhak atas perlindungan diri  pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
-          Pasal 28D (1) UUD RI 1945
(1)    Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
13.  Bahwa Pemohon I sampai dengan Pemohon V sebagai perorangan warga negara Indonesia, secara konstitusional telah dirugikan pemenuhan Hak Konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi dan menaati hukum yang dipositifkan di dalam Undang-Undang a quo, oleh karena Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ mengurangi hak konstitusional Pemohon I sampai dengan Pemohon V yang berupa hak perlindungan atas harta benda dibawah kekuasaanya sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 G Ayat  (1) UUD NRI 1945, hal itu bisa dilihat dari ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ yang berbunyi “ pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari”. Pasal tersebut mewajibkan kepada pengemudi sepeda motor untuk menyalakan lampu utama di siang hari, sehingga konsekuensinya kapanpun dan dimanapun pengemudi sepeda motor wajib menyalakan lampu utama di siang hari tanpa melihat situasi dan kondisi kapan dan dimana menyalakan lampu utama itu benar benar diperlukan sehingga penggunaanya menjadi tidak proporsional, apalagi dalam pasal 107 ayat (1)  yang menyatakan “ pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan dijalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu”, akibatnya kewajiaban menyalakan lampu utama bagi pengemudi sepeda motor menjadi 24 jam atau di siang dan malam hari, sehingga semakin sering lampu itu di nyalakan  maka semakin cepat lampu tersebut akan mudah rusak atau mati, sehingga disini jelas ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ mengurangi hak konstitusional para pemohon yang berupa hak perlindungan atas harta benda dibawah kekuasaanya sebagaimana diatur dalam pasal 28 G UUD NRI 1945.
14.  Bahwa oleh karena ketentuan pasal 107 ayat (2) undang – undang  Lalu Lintas dan Angkutan Jalan melanggar atau mengurangi hak konstitusional para pemohon yang dijamin oleh UUD RI 1945 pasal 28 G ayat (1) sebagaimana diuraikan pada poin 13, maka konsekuensinya ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ juga bertentangan dengan ketentuan pasal 28 D UUD RI 1945 ayat (1) terkait kepastian hukum yang adil.
15.  Bahwa hak Konstitusional Para Pemohon tersebut telah sangat dirugikan dengan berlakunya UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kerugian tersebut bersifat spesifik dan potensial yang berdasarkan penalaran yang wajar dipastikan akan terjadi, serta mempunyai hubungan kausal dengan berlakunya Pasal 107 ayat (2) UU lalu lintas dan angkutan jalan. Oleh karena itu, dengan dikabulkannya permohonan ini oleh MK sebagai the sole interpreter of the constitution dan pengawal konstitusi maka kerugian Hak Konstitusional Para Pemohon tidak akan terjadi lagi.
16.  Bahwa dengan demikian, Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pemohon pengujian undang-undang dalam perkara a quo karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya dan 5 (lima) syarat kerugian hak konstitusional sebagaimana pendapat Mahkamah selama ini yang telah menjadi yurisprudensi dan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.

II.  ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENGUJIAN UU LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
PASAL 107 AYAT (2) UU LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BERTENTANGAN DENGAN PASAL 28 G AYAT (1) UUD NRI 1945 YANG MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL PARA PEMOHON ATAS PERLINDUNGAN HARTA BENDA YANG BERADA DI BAWAH KEKUASAANYA.

17.  Bahwa Pasal 107 ayat (2) UU lalu lintas dan angkutan jalan berbunyi:
(1)   Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menjamin hak konstitusional para pemohon untuk mendapat perlindungan atas harta benda yang ada dalam kekuasaanya. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan sebagaimana diuraikan berikut :
a.      Bahwa ketentuan Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ tersebut yang tidak memberi kesempatan pada setiap pengemudi sepeda motor untuk menjaga keawetan lampu utama sepeda motor-nya agar tidak cepat rusak, sebab semakin sering lampu itu dihidupkan maka semakin cepat pula mengalami kerusakan baik berkurangnya pencahayaan dari lampu itu atau lampu itu cepat mati, sehingga hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 G Ayat (1) UUD NRI 1945.
b.      Bahwa Pasal 28 G Ayat (1) UUD NRI 1945 secara jelas menentukan bahwa (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri  pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya.” Dengan diwajibkanya pengemudi sepeda motor menyalakan lampu utama disiang hari maka pengemudi sepeda motor tersebut kehilangan hak atas perlindungan harta benda yang dibawah kekuasaanya yaitu perlindungan terhadap keawetan lampu utama sepeda motor khususnya lampu utama sepeda motor para pemohon, sehingga jelas kewajiban untuk menyalakan lampu utama disiang hari dalam pasal 107 ayat (2) adalah bertentangan dengan hak atas perlindungan harta benda yang dibawah kekuasaan para pemohon sebagaimana yang telah dijaminkan oleh UUD NRI 1945.
c.       Bahwa ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ mewajibkan pengemudi sepeda motor untuk menyalakan lampu utama di siang hari tanpa melihat dimana dan kapan meyalakan lampu utama tersebut benar benar dibutuhkan, sehingga penggunaan dari lampu utama tersebut menjadi tidak proporsional mungkin di kota kota besar yang padat akan kendaraan bermotor seperti surabaya, jakarta ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ bisa efektif dan sesuai dengan kebutuhan keamanan dan keselamtan berkendara, akan tetapi untuk daerah daerah yang tidak padat kendaraan seperti di madura apakah penggunaan lampu utama benar benar dibutuhkan, tentu jawabanya tidak, sebab dalam situasi dan kondisi yang berbeda tidak tepat jika diberlakukan hukum yang sama.
d.      Bahwa ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ adalah berpotensial untuk dilanggar oleh para pengemudi sepeda motor khususnya di daerah daerah yang tertentu yang tidak padat akan kendaraan bermotor sehingga konsekuensinya pelanggaran lalu lintas semakin hari akan terus meningkat.
e.       Bahwa ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ terdapat indikasi negatif penegak hukum seperti polisi lalu lintas (polantas) untuk mmencari cari kesalahan pengemudi sepeda motor untuk dijadikan sebagai dasar penilangan baik polantas yang legal yang dilengkenggapi dengan surat perintah tugas ataupun oknum oknum polantas yang melakukan operasi ilegal.
f.        Bahwa frasa “disiang hari” dalam pasal 107 ayat (2) terlalu umum sehingga mengakibatkan frasa “kondisi tertentu” dalam pasal 107 ayat (1) yang dalam penjelasanya dijelaskan yaitu kondisi dimana jarak pandang karena gelap, hujan lebat, terowongan, dan kabut, menjadi tidak jelas sebab jika dihubungkan pengertian pasal 107 ayat (1) dan ayat (2) kewajiban menyalakan lampu utama untuk pengemudi sepeda motor menjadi 24 jam atau di siang dan malam hari, sehingga keberadaan “kondisi tertentu” dalam pasal 107 ayat (1)  menjadi tidak berfungsi atau kehilangan makna.
g.      Bahwa jika dikaitkan dengan Pasal 28 D Ayat (1) UUD NRI 1945 yang di dalamnya terdapat jaminan hak atas kepastian hukum yang adil. Namun jika dicermati keberlakuan norma dalam pasal 107 ayat (2) UU lalu lintas dan angkutan jalan tindak mengambarkan kepastian hukum yang adil sebagimana dijaminkan oleh UUD NRI 1945 sebab dengan diwajibkannya menyalakan lampu utama disiang hari maka pengunaan lampu utama menjadi tidak proporsional atau tidak sesuai dengan kebutuhan, apalagi jika dicermati mulai dari pasal 107 ayat (1) dan ayat (2) UU lau lintas dan angkutan jalan maka kewajiban menyalakan lampu utama untuk pengemudi sepeda motor menjadi 24 jam (malam hari dan siang hari), sehingga jelas bahwa kewajiaban untuk menyalakan lampu utama di siang hari adalah bertentangan juga dengan hak atas kepastian hukum yang adil.

III.   PETITUM
Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di dalam permohonon uji materil ini terbukti bahwa UU lalu lintas dan angkutan jalan merugikan Hak Konstitusional Para Pemohon yang dilindungi (protected), dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan dijamin (guaranted)  UUD NRI 1945. Oleh karena itu, diharapkan dengan dikabulkannya permohonan ini dapat mengembalikan Hak Konstitusional Para Pemohon sesuai dengan amanat Konstitusi.
Dengan demikian, Para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi yang mulia berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1.      Menyatakan bahwa mahkamah konstitusi memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final terhadap undang undang a quo.
2.      Menayatakan bahwa para pemohon memilki legal standing untuk melakukan pengujian undang undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
3.      Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
4.      Menyatakan Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat; dan
5.      Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
6.      Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon Putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

VI. PENUTUP
Demikian Permohonan Uji Materil (Judicial Review) ini kami sampaikan, atas perhatian dan kearifan Majelis Hakim yang mulia kami sampaikan terima kasih. Dan sebagai kelengkapan permohonan ini, Kami lampirkan bukti-bukti dan daftar sementara saksi dan ahli.


Hormat kami,
PARA PEMOHON :
Nur hamid

Moh Hidayat

Husaini

Syaiful Ulum

Nada Eka Rahmawati bukhori



Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH PROPOSAL MAGANG DI KEJAKSAAN TINGGI

MAKALAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL

MAKALAH SUMBER SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA