BERKAS JUDICIAL REVIEW WAJIB MENYALAKAN LAMPU UTAMA DI SIANG HARI BAGI PENGENDARA SEPEDA MOTOR (kajian awal)
Bangkalan, 19 Maret 2017
Kepada Yth.
KETUA
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK
INDONESIA
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat 10110
Hal:
Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96) terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dengan hormat,
Kami Yang Bertanda Tangan Di Bawah
Ini:
1
|
Nama
:
|
Hamid Madani
|
Tempat tanggal lahir/ umur :
|
Sampang, 10 Juli 1995/21
|
|
Agama :
|
Islam
|
|
Pekerjaan :
|
Belum/Tidak Bekerja
|
|
Kewarganegaraan :
|
Indonesia
|
|
Alamat Lengkap
:
|
Dusun Tajjan Barat, Desa Pancor, Kecamatan Ketapang,
Kabupaten Sampang.
|
2
|
Nama :
|
Moh
Hidayat
|
Tempat
tanggal lahir/ umur :
|
Pamekasan,
11 Januari 1995/21
|
|
Agama :
|
Islam
|
|
Pekerjaan :
|
Belum/Tidak Bekerja
|
|
Kewarganegaraan :
|
Indonesia
|
|
Alamat
Lengkap :
|
Dusun
Rek Laok II, Desa Rek Kerrek, Kecamatan Palengngaan, Kabupaten Pamekasan.
|
3
|
Nama :
|
Husaini
|
Tempat
tanggal lahir/ umur :
|
Sampit,
16 Juni 1996/20
|
|
Agama :
|
Islam
|
|
Pekerjaan :
|
Belum/Tidak Bekerja
|
|
Kewarganegaraan :
|
Indonesia
|
|
Alamat
Lengkap :
|
Jalan Manggis, Kelurahan Gunung Sekar, Kecamatan Sampang, Kabupaten
Sampang
|
4
|
||
4
|
Nama :
|
Nada
Eka Rahmawati
|
Tempat
tanggal lahir/ umur :
|
Sampang,
24 Desember 1996/20
|
|
Agama :
|
Islam
|
|
Pekerjaan :
|
Belum/Tidak Bekerja
|
|
Kewarganegaraan :
|
Indonesia
|
|
Alamat
Lengkap :
|
JL. Diponogoro, Kel. banyuanyar, kec. Sampang, kab.
Sampang
|
Para
Mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura,
Memilih domisili di JL. Raya Telang Gang 02 Kec. Kamal Kab Bangkalan, Jawa
Timur.
Dengan ini
kami para pemohon mengajukan permohonan
pengujian materil terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96) yang selanjutnya disebut “UU LLAJ”,
(Bukti P-2) terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut “UUD NRI 1945” (Bukti P-1).
I.
PERSYARATAN FORMIL PENGAJUAN PERMOHONAN
A. KEWENANGAN
MAHKAMAH KONSTITUSI
1.
Perubahan UUD NRI 1945
telah menciptakan sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk mengawal konstitusi,
yaitu Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia selanjutnya disebut “MKRI”,
sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman MKRI diharapkan mampu menegakan
konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan yang diberikan.
MKRI juga diharuskan mampu memberikan keseimbangan atau (cheks and balances) antara lembaga negara dan menyelesaikan
sengketa konstitusional agar hukum dasar yang terkandung dalam UUD 1945 tetap
terjaga.
2.
Bahwa
berdasarkan ketentuan pasal 24 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:
“Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”.
3.
Bahwa
berdasarkan ketentuan pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum...”
4.
Bahwa berdasarkan pasal 10 ayat (1) UU No 4 Tahun
2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor (1
) Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi menjadi undang – undang yang berbunyi :
‘’mahakamah konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk:
1. Menguji undang – undang terhadap Undang –
undang Dasar Negara Republik Indonesia ;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang – undang Dasa Negara Republik Indonesia
tahun 1945;
3. Memutus pembubaran partai politik; dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.
5.
Bahwa berdasarkan uraian-uraian
point di atas, kami berkesimpulan bahwa mahkamah konstitusi berwenag mengadili
pengujian Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dalam
melakukan pengujian undang undang a quo.
6.
Bahwa mengacu kepada
ketentuan tersebut di atas, MK berwenang
untuk melakukan pengujian
konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap UUD NRI 1945.
7. Dalam hal ini, para pemohon, memohon
agar MK melakukan pengujian terhadap Undang-undang
nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ yaitu Pasal
107 ayat (2) bertentangan dengan pasal 28G ayat
(1) UUD NRI 1945.
B. KEDUDUKAN
HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON
8.
Bahwa berdasarkan
ketentuan dalam pasal 3 peraturan mahkamah konstitusi nomor 06/PMK/2005 tentang
pedoman beracara dalam pengujian undang-undang tentang kedudukan hukum diatur
sebagai berikut, “pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945
adalah :
i.
Perorangan warga negara
indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama;
ii.
Kesatuan masyarakat hukum
adat sepanjang masih hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
negara kesatuan republik indonesia yang diatur dalam undang-undang;
iii.
Badan hukum publik atau
badan hukum privat;
iv.
Lembaga negara
Bahwa
yang dimaksud dengan perorangan warga negara indonesia atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama sebagaimana ketentuan huruf i di atas adalah
perorangan atau kelompok orang yang berniat untuk memperjuangkan hak
konstitutionalnya yang merasa telah dilanggar atas berlakunya suatu
undang-undang baik sendiri-sendiri maupun secara kolektif, sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 28 c ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi “setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”
9.
Bahwa para pemohon adalah perorangan warga negara
indonesia (WNI) atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama berstatus
sebagai mahasiswa sehingga memenuhi syarat sebagai pemohon dalam pengujian undang-undang
a quo.
10. Bahwa
dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK , terdapat dua syarat yang harus
dipenuhi untuk menguji apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara pengujian
undang-undang, yaitu (I) terpenuhinya kualifikasi untuk bertindak sebagai
pemohon, dan (II) adanya hak dan/atau Hak Konstitusional dari Para Pemohon
yang dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang.
11. Bahwa oleh karena itu, Para Pemohon menguraikan
kedudukan hukum (Legal Standing) Para
Pemohon dalam mengajukan permohonan dalam perkara a quo, sebagai berikut:
Pertama,
Kualifikasi sebagai Pemohon. Bahwa kualifikasi Pemohon I sampai dengan Pemohon V adalah sebagai Perorangan
warga negara indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama.
Kedua,
Kerugian Konstitusional Para Pemohon.
Mengenai parameter kerugian
konstitusional, MK telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya
suatu undang-undang harus memenuhi 5 (lima) syarat sebagaimana Putusan MK
Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, yaitu sebagai
berikut:
a.
adanya hak dan/atau
kewenangan Konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD NRI 1945;
b.
Bahwa hak dan/atau
kewenangan Konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah
dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
c.
Bahwa kerugian hak
dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat spesifik
(khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d.
adanya hubungan sebab
akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang
yang dimohonkan pengujian;
e.
adanya kemungkinan bahwa
dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian dan/atau kewenangan Konstitusional
yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
12.
Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum para pemohon menyimpulkan bahwa kami memiliki
kedudukan hukum (legal standing)
dalam melakukan pengujian terhadap Undang-Undang a quo
13.
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, kami para
pemohon memiliki hak konstitusional yang telah dilanggaar atas berlakunya
undang-undang a quo.
berikut ini penjelasan para
pemohon tentang hak konstitusonalnya yang dirugikan sebagaimana yang ditentukan
dala pasal 51 ayat (1) UU MK, dan Yurisprudensi MK sebagaimana tertuang dalam
putusan nomor 006/PUU-III/2005 juncto putusan Nomor 11/PUU-V/2007 atas
berl;akunya undang-undang a quo khususnya pada pasal 62, pasal 63, pasal 64,
pasal 65, pasal 74, pasal 78, pasal 84, dan pasal yang menimbulkan kepastian
hukum.
14.
Bahwa Para Pemohon
mempunyai hak konstitusional yang diberikan oleh UUD NRI 1945, adalah
Hak
atas perlindungan terhadap harta benda yang
di bawah kekuasaan kami, serta hak untuk mendapatkan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil, berdasarkan Pasal 28G Ayat
(1) dan pasal 28D UUD NRI 1945 yang berbunyi:
- Pasal 28G
Ayat (1) UUD NRI 1945
(1) Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi.
-
Pasal 28D (1) UUD RI 1945
(1) Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
13. Bahwa
Pemohon I sampai dengan Pemohon
V sebagai perorangan warga negara Indonesia, secara konstitusional telah dirugikan
pemenuhan Hak Konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi dan menaati hukum
yang dipositifkan di dalam Undang-Undang a
quo, oleh karena Pasal
107 ayat (2) UU LLAJ mengurangi hak
konstitusional Pemohon
I sampai dengan Pemohon V yang berupa hak
perlindungan atas harta benda dibawah
kekuasaanya
sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 G Ayat (1) UUD NRI 1945, hal itu bisa dilihat dari ketentuan pasal
107 ayat (2) UU LLAJ yang berbunyi “ pengemudi
sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyalakan lampu utama pada siang hari”. Pasal tersebut mewajibkan kepada pengemudi
sepeda motor untuk menyalakan lampu utama di siang hari, sehingga
konsekuensinya kapanpun dan dimanapun pengemudi sepeda motor wajib menyalakan
lampu utama di siang hari tanpa melihat situasi dan kondisi kapan dan dimana
menyalakan lampu utama itu benar benar diperlukan sehingga penggunaanya menjadi
tidak proporsional, apalagi dalam pasal 107 ayat (1) yang menyatakan “ pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan
bermotor yang digunakan dijalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu”, akibatnya
kewajiaban menyalakan lampu utama bagi pengemudi sepeda motor menjadi 24 jam
atau di siang dan malam hari, sehingga semakin sering lampu itu di nyalakan maka semakin cepat lampu tersebut akan mudah
rusak atau mati, sehingga disini jelas ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ mengurangi
hak konstitusional para pemohon yang berupa hak perlindungan atas harta benda
dibawah kekuasaanya sebagaimana diatur dalam pasal 28 G UUD NRI 1945.
14. Bahwa oleh karena ketentuan pasal 107 ayat (2)
undang – undang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan melanggar atau mengurangi hak konstitusional para pemohon yang dijamin
oleh UUD RI 1945 pasal 28 G ayat (1) sebagaimana diuraikan pada poin 13, maka
konsekuensinya ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ juga bertentangan dengan
ketentuan pasal 28 D UUD RI 1945 ayat (1) terkait
kepastian hukum yang adil.
15. Bahwa
hak Konstitusional Para Pemohon tersebut
telah sangat dirugikan dengan berlakunya UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kerugian tersebut bersifat spesifik dan potensial yang berdasarkan penalaran
yang wajar dipastikan akan terjadi, serta mempunyai hubungan kausal dengan
berlakunya Pasal 107 ayat
(2) UU lalu lintas dan
angkutan jalan. Oleh karena itu, dengan dikabulkannya permohonan ini oleh MK
sebagai the sole interpreter of the
constitution dan pengawal konstitusi maka kerugian Hak Konstitusional Para
Pemohon tidak akan terjadi lagi.
16. Bahwa
dengan demikian, Para Pemohon memiliki
kedudukan hukum (legal standing)
sebagai pemohon pengujian undang-undang dalam perkara a quo karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK
beserta Penjelasannya dan 5 (lima) syarat kerugian hak konstitusional
sebagaimana pendapat Mahkamah selama ini yang telah menjadi yurisprudensi dan
Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.
II. ALASAN-ALASAN
PERMOHONAN PENGUJIAN UU LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
PASAL
107 AYAT (2) UU LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BERTENTANGAN DENGAN PASAL 28 G
AYAT (1) UUD NRI 1945 YANG
MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL PARA PEMOHON ATAS PERLINDUNGAN HARTA BENDA YANG
BERADA DI BAWAH KEKUASAANYA.
17. Bahwa
Pasal 107 ayat (2) UU lalu
lintas dan angkutan jalan berbunyi:
(1)
Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang
hari.
bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menjamin hak konstitusional
para pemohon untuk mendapat
perlindungan atas harta benda yang ada dalam kekuasaanya. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan sebagaimana
diuraikan berikut :
a.
Bahwa ketentuan Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ tersebut yang
tidak memberi kesempatan pada setiap pengemudi sepeda motor untuk menjaga
keawetan lampu utama sepeda motor-nya agar tidak cepat rusak, sebab semakin
sering lampu itu dihidupkan maka semakin cepat pula mengalami kerusakan baik
berkurangnya pencahayaan dari lampu itu atau lampu itu cepat mati, sehingga hal
tersebut bertentangan dengan Pasal 28 G Ayat (1) UUD NRI 1945.
b.
Bahwa Pasal 28 G Ayat (1) UUD NRI 1945 secara jelas
menentukan bahwa “(1) Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda
yang di bawah kekuasaannya.” Dengan diwajibkanya pengemudi sepeda motor menyalakan lampu utama
disiang hari maka pengemudi sepeda motor tersebut kehilangan hak atas
perlindungan harta benda yang dibawah kekuasaanya yaitu perlindungan terhadap
keawetan lampu utama sepeda motor khususnya lampu utama sepeda motor para
pemohon, sehingga jelas kewajiban untuk menyalakan lampu utama disiang hari
dalam pasal 107 ayat (2) adalah bertentangan dengan hak atas perlindungan harta
benda yang dibawah kekuasaan para pemohon sebagaimana yang telah dijaminkan
oleh UUD NRI 1945.
c.
Bahwa ketentuan pasal 107
ayat (2) UU LLAJ mewajibkan pengemudi sepeda motor untuk menyalakan lampu utama
di siang hari tanpa melihat dimana dan kapan meyalakan lampu utama tersebut
benar benar dibutuhkan, sehingga penggunaan dari lampu utama tersebut menjadi
tidak proporsional mungkin di kota kota besar yang padat akan kendaraan
bermotor seperti surabaya, jakarta ketentuan pasal 107 ayat (2) UU LLAJ bisa
efektif dan sesuai dengan kebutuhan keamanan dan keselamtan berkendara, akan
tetapi untuk daerah daerah yang tidak padat kendaraan seperti di madura apakah
penggunaan lampu utama benar benar dibutuhkan, tentu jawabanya tidak, sebab
dalam situasi dan kondisi yang berbeda tidak tepat jika diberlakukan hukum yang
sama.
d.
Bahwa ketentuan pasal 107
ayat (2) UU LLAJ adalah berpotensial untuk dilanggar oleh para pengemudi sepeda
motor khususnya di daerah daerah yang tertentu yang tidak padat akan kendaraan
bermotor sehingga konsekuensinya pelanggaran lalu lintas semakin hari akan
terus meningkat.
e.
Bahwa ketentuan pasal 107
ayat (2) UU LLAJ terdapat indikasi negatif penegak hukum seperti polisi lalu
lintas (polantas) untuk mmencari cari kesalahan pengemudi sepeda motor untuk
dijadikan sebagai dasar penilangan baik polantas yang legal yang dilengkenggapi
dengan surat perintah tugas ataupun oknum oknum polantas yang melakukan operasi
ilegal.
f.
Bahwa frasa “disiang
hari” dalam pasal 107 ayat (2) terlalu umum sehingga mengakibatkan frasa
“kondisi tertentu” dalam pasal 107 ayat (1) yang dalam penjelasanya dijelaskan
yaitu kondisi dimana jarak pandang karena gelap, hujan lebat, terowongan, dan
kabut, menjadi tidak jelas sebab jika dihubungkan pengertian pasal 107 ayat (1)
dan ayat (2) kewajiban menyalakan lampu utama untuk pengemudi sepeda motor
menjadi 24 jam atau di siang dan malam hari, sehingga keberadaan “kondisi
tertentu” dalam pasal 107 ayat (1) menjadi
tidak berfungsi atau kehilangan makna.
g.
Bahwa jika dikaitkan dengan Pasal 28 D Ayat (1) UUD NRI 1945 yang di
dalamnya terdapat jaminan hak atas kepastian hukum yang adil. Namun jika dicermati keberlakuan
norma dalam pasal 107 ayat (2) UU lalu lintas dan angkutan jalan tindak
mengambarkan kepastian hukum yang adil sebagimana dijaminkan oleh UUD NRI 1945 sebab
dengan diwajibkannya menyalakan lampu utama disiang hari maka pengunaan lampu
utama menjadi tidak proporsional atau tidak sesuai dengan kebutuhan, apalagi
jika dicermati mulai dari pasal 107 ayat (1) dan ayat (2) UU lau lintas dan
angkutan jalan maka kewajiban menyalakan lampu utama untuk pengemudi sepeda
motor menjadi 24 jam (malam hari dan siang hari), sehingga jelas bahwa
kewajiaban untuk menyalakan lampu utama di siang hari adalah bertentangan juga
dengan hak atas kepastian hukum yang adil.
III.
PETITUM
Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti
terlampir, jelas bahwa di
dalam permohonon uji materil ini terbukti bahwa UU lalu lintas dan angkutan
jalan merugikan Hak Konstitusional Para Pemohon yang dilindungi (protected), dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan dijamin (guaranted) UUD NRI 1945. Oleh karena itu, diharapkan
dengan dikabulkannya permohonan ini dapat mengembalikan Hak Konstitusional Para
Pemohon sesuai dengan amanat Konstitusi.
Dengan demikian, Para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi yang mulia
berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1.
Menyatakan bahwa mahkamah konstitusi memiliki kewenangan
untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final terhadap undang undang a quo.
2.
Menayatakan bahwa para pemohon memilki legal standing untuk melakukan pengujian
undang undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
3.
Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
4.
Menyatakan
Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat; dan
5.
Memerintahkan
untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana
mestinya;
6. Apabila
Mahkamah berpendapat lain mohon Putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
VI.
PENUTUP
Demikian
Permohonan Uji Materil (Judicial Review) ini kami sampaikan, atas
perhatian dan kearifan
Majelis Hakim yang mulia kami sampaikan terima kasih. Dan
sebagai kelengkapan permohonan ini, Kami lampirkan bukti-bukti dan daftar
sementara saksi dan ahli.
Hormat kami,
PARA PEMOHON :
Nur hamid
Moh Hidayat
Husaini
Syaiful Ulum
Nada Eka Rahmawati bukhori
Komentar
Posting Komentar