FAKTOR FAKTOR ANAK MELAKUKAN TINDAK KEJAHATAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUMNYA
FAKTOR FAKTOR ANAK MELAKUKAN TINDAK KEJAHATAN
SERTA PERLINDUNGAN HUKUMNYA
Di susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah hukum acara dan pidana anak
Dosen Pengampu: Dr.Erma
Rusdiana, SH., M.H.
Oleh :
HAMID MADANI
140111100256
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI
DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul tentang “ Faktor Dan
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Kejahatan “ ini dengan lancar tanpa hambatan suatu apapun,
dan tidak lupa shalawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan
kita ANabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta semua
pengikutnya sampai akhir zaman.
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum
acara dan pidana anak
yang diampu oleh Dr.Erma Rusdiana, SH., M.H.
Makalah ini merupakan tugas pasca UTS yang
diberikan guna meliahat sejauh mana mahasisiwa menerima dan menyerap materi
yang selama ini dijarkan oleh beliau, mudah mudahan penyusunan makalah ini
sesuai dengan yang diharapkan oleh beliau dan teman teman mahasiswa.
Dan
tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada temen temen yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini mudah mudah mudahan ilmu yang telah didapat
nantinya bermanfaat bagi masyarakat dan dapat membahagiakan kedua orang tua
dengan menjadi sarjana hukum yang handal dan profesional amein ya robbal
alamin.
Bangkalan 19 Maret 2017
Penulis
HALAMAN
JUDUL
|
i
|
KATA
PENGANTAR
|
ii
|
DAFTAR ISI
|
iii
|
BAB I PENDAHULUAN
|
4
|
A) Latar belakang..........................................................................................
B) Rumusan masalah....................................................................................
C) Tujuan......................................................................................................
D)
|
4
4
4
|
BAB II
ISI MAKALAH/PEMBAHASAN
|
5
|
1. Faktor Faktor
Yang Menyebabkan Seorang Anak Melakukan Kejahatan…………
Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Kejahatan……………….
|
5
7
|
BAB III
PENUTUP
|
10
|
Kesimpulan..................................................................................................
Saran.............................................................................................................
|
10
10
|
DAFTAR
PUSTAKA
|
11
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pada umumnya, seorang anak akan meniru dan mencontoh perilaku
orang-orang yang ada di sekitarnya. Perbuatan baik atau jahat yang mereka lihat
secara tidak langsung akan mereka serap dan membekas di pikirannya. Namun, apa
yang dilakukan oleh seorang bocah berusia 13 tahun ini dengan inilsial NE sungguh
membuat hati miris bagi siapa saja yang melihatnya. Bagaimana tidak bocah
tersebut tega menganiaya teman sekolahnya yang berusia 9 tahun berinisial AH. Penganiayaan
tersebut terungkap ketika kedua orang tua AH mencari cari kemana mana tidak
ada, akhirnya denganbantuan warga sekitar AH ditemukan namun sayang AH ditemukan tewas mengenaskan dengan posisi telungkup di semak belukar,
tepatnya di belakang Sekolah nya MIS Miftahuddin, akhirnya berdasarkan
penyelidikan intensip oleh pihak kepolisian NE (pelaku) ditemukan. Menurut
keterangan pelaku saat penyidikan kejadian tersebut berawal dari Saling ejek yang berujung pada perkelahian karena
kalah besar, AH pun kalah dan tewas dihajar dan ditinggalkan di semak belukar
oleh NE. kasus tersebut menunjukan bahwa tindak criminal tidak hanya dilakukan
oleh orang orang dewasa namun anak kecilpun bisa melakukan kejahatan bahkan
bisa lebih kejam dari orang dewasa, hal itu tentu disebabkan oleh berbagai hal
seperti salah satunya Karena faktor kurangnya pendidikan dan kurangnya
pengawasan orang tua. Namun meskipun demikian seorang anak yang melakukan
kejahatan tetap harus mendapatkan perlindungan hukum guna menjamin masa
depannya.
1.1. Rumusan masalah
a.
Apak penyebab seorang anak seperti
NE bisa melakukan tindak kejahatan seperti penganiayaan dalam kasus tersebut.?
b.
Bagaimanakah perlindungan hukum
terhadap pelaku kejahatan yang pelakunya anak seperti dalam kasus tersebut.?
1.2. Tujuan
a.
Mengetahui faktor faktor yang
menyebabkan seorang anak melakukan kejahatan
b.
Mengetahui perlindungan hukum
terhadap anak yang melakukan kejahatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2. Faktor Faktor Yang Menyebabkan Seorang Anak Melakukan Kejahatan
Dalam undang undang nomor 35 tahun
2014 tentang perlindungan anak mendefinisikan anak adalah seorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan[1].
Artinya yang dimaksud anak menurut uu perlindungan anak yaitu anak yang belum
berusia 18 tahun termasuk 13 tahun seperti dalam kasus AE, sehingga AE termasuk
dalam kategori anak dalam uu perlindungan anak akibatnya tunduk dan berlaku hal
hal yang berkaitan dengan anak dalam uu perlindungan anak dan uu system
peradilan anak termasuk hak haknya sebagai pelaku kejahatan sebagimana akan
dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Adapun faktor faktor yang dapat menyebabkan
seorang anak melakukan kejahatan sebgaimana hal yang ditunjukan oleh salah satu
penelitian di lembaga pemasyarakatan anak di blitar jawa timur, berdasarkan
hasil wawancara dari 20 responden yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak
Blitar yang mana dari beberapa responden kebanyakan melakukan tindak pidana
pencurian, beberapa faktor penyebab tindak pidana yang antara lain :
1.
Keadaan Ekonomi Dengan Nilai
Prosentase 35 %
2.
Keluarga Broken Home Dengan Jumlah
30%
3.
Diajak Teman Sebanyak 20%
4.
Kesal Dan Khilaf Dengan Jumlah
Prosentase 10%
5.
Untuk Membela Diri Dengan Prosentase
5%.
Dari faktor penyebab tindak pidana tersebut, peneliti dapat
menyimpulkan menjadi tiga faktor penyebab anak melakukan tindak pidana yang
antara lain:
1.
Faktor Dari Keluarga Adalah Faktor
Yang Utama,
2.
Faktor Dari Lingkungan Sekolah
3.
Karena Faktor Dari Lingkungan Masyarakat
Tempat Tinggal.[2]
Penanganan
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dari tahun ke tahun selalu menuai
kritikan baik dari akademisi, praktisi maupun masyarakat. Hal ini lebih banyak
disebabkan kepada kultur yang dipelihara dari generasi ke generasi dalam pola
pikir penegak hukum dalam menangani pelaku tindak pidana.
Perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak banyak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, mengingat tingkat kelabilan yang masih ada dalam diri anak, menurut Romli
Atmasasmita dibagi menjadi 2 (dua) kelompok motivasi,
yaitu:
- Yang termasuk motivasi intrinsik dari pada kenakalan anak-anak adalah :
- Faktor intelegentia
- Faktor usia
- Faktor kelamin
- Faktor kedudukan anak dalam keluarga.
- Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah :
- Faktor rumah tangga
- Faktor pendidikan dan sekolah
- Faktor pergaulan anak
- Faktor mass media
Faktor-faktor tersebutlah yang
mendominasi dalam memotivasi seorang anak melakukan kenakalan, namun demikian,
kebijakan legislatif dapat pula muncul sebagai salah satu faktor kriminogen
dalam hal terciptanya perilaku menyimpang dari anak berupaka kenakalan anak (juvenile
delinquency). Walaupun memang kebijakan legislatif bukanlah faktor yang
secara langsung bersinggungan dengan maraknya kenakalan anak. Namun demikian, istilah
law as a tools of social engineering pada tujuan dari pembentukan suatu
Undang-undang tertentu, juga dapat menimbulkan efek samping negatif bagi
masyarakat. Dimana Undang-undang sebagai instrumen dalam melakukan pembangunan
bagi masyarakat dapat menimbulkan rasa ketidakadilan, sehingga memunculkan
perilaku menyimpang[3].
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulakan bahwa faktor faktor
yang menyebabkan anak melakukan tindak kejahatan adalah faktor instrinsik
seperti usia, kelamin dan emosi seperti kekesalan dan mudah tersinggung, serta faktor
ekstrinsik seperti lingkungan dimana ia tinggal, pergaulan dan ekonomi dan lain
lain.
2.2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Kejahatan.
Perlindungan anak merupakan
perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian
perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
masyarakat. Kegiataan perlindunagan anak membawa akibat hukum, baik dalam hukum
tertulis maupun hukum tidak tertulis. Perlindungan hukum bagi anak-anak
merupakan salah satu pendekatan untuk melindungi anak- anak di indonesia, agar
perlindungan anak secara teratur dan tertib dan bertanggung jawab maka perlu
peraturan hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat indonesia sesuai
denagn pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Dalam
upaya memberikan perlindungan terhadap kepentingan hak-hak anak yang berkonflik
anak yang berkonflik dengan hukum pemerintah indonesia telah mengeluarkan
peraturan perundangan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 59
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak:
“ Pemerintah dan lembaga negara
lainya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusu
kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dan
kelompok minoritas dan terisolasi, anak diekplotasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang menjadi korban penyalahguna narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (nazpa), anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan, anak yang korban baik fisik dan/atau mental, anak yang
menyandang cacat, dan anak korban perlakuan slah dan pelantaran”.
Pada
pasal 64 (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002:
“perlindungan
khusus bagi anak yang berkonflik dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal
59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan ank menjadi korban tindak
pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat”[4].
Sehingga
dapat dikatakan bahwa perlindungan terhadap anak harus dijamin oleh negara dan
pemerintah dan masyarakat juga bertanggung jawab terhadap perlindungan anak
dimana hal ter sebut merupakan kewajiban yang telah diatur dalam Undang undang
nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Begitujuga dalam undang undang
11 tahun 2012 tentang system peradilan anak telah menjaminkan diversi terhadap kasus
kasus anak mulai pasal 6 sampai 15[5].
Menurut Arif Gosita mengemukan
bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan
anak dan mencegah penyelewangan yang membawa akibat negatif yang tidak di
ingingkan dalam pelaksanaan perlindungan anak. Dan dia berpendapat bahwa
perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak dapat melaksankan hak dan
kewajibanya.
Menurut Maidin Goltum
Prinsip-Prinsip perlindungan anak Ada 4:
1. Anak
Tidak dapat berjuang sendiri
Salah
satu prinsip yang digunakan dalam perlindungan hukum anak adalah:
anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga ,
untuk itu hak-haknya harus di lindungi sendiri hak-haknya banyak pihak
yang mempangaruhi kehidupannya. Negara dan masyarkat berkepentingan untuk
mengusahakan perlindungan hak-hak anak.
2. Kepentingan
terbaik anak (the best interest of the child)
Agar
perlindungan anak dapat diselanggarakan dengan baik, diabut prinsip yang
menyatakan bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of
paramount impor tence (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap
keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini perjuangan untuk melindungi
anak akan mengalami banyak batu andungan, prinsip the best interst of the
child digunakan karena dalam banyak hal dalam banyak hal anak “korban’’ disebabkan
ketidaktahuan nak (ignorance) karena usia perkembangan anaknya.
3. Rancangan
daur ulang kehidupan(life Circle Approach)
Perlindungan
anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungan harus di mulai sejak dini dan
terus menerus. Janin yang berada dalam kandungan perlu di lindungi dengan gizi,
termasuk yodium dan kalsium yang baik melalui ibunya. Jika ia terlahir ,
maka di perlukan air susu ibu dan pelayanan kesahatan primerdengan memberikan
pelayanan imunisasi dan lain-lain sehingga dari berbagai kemungkinan cacat dan
penyakit.
4. Nasib
anak tergantung dari berbagi faktor yang makro maupun mikro yang langsung
maupun tidak langsung[6].
Masa-masa
prasekolah dan sekolah, diperlukan keluarga, lembaga anak pendidikan, dan
lembaga sosil/keagamaan yang bermutu. Anak memperoleh kesempatan belajar yang
baik, wakktu istirahat dan bermain yang cukup, dan ikut menentukan nasibnya
sendiri pada saat untuk menentukan nasibnya sendiri. Pada saat nak sudah
berumur 15-18 tahun, ia memasuki transisi ke dalam dunia dewasa.
Prinsip
perlindungan hukum pidana terhadap anak tercemin pada kovensi hak-hak anak (Convention
on the right of the Child), terdiri dari 3 (tiga) kategori, yaitu:
1.
Adanya larangan diskriminasi anak, yaitu:
Non diskriminasi terhadap hak-hak anak; hak
mendapatkan nama dan kewarganegaraan; hak anak penyandang cacat.
2.
Larangan ekspoltasi anak, minsalnya:
Hak berkumpul dengan keluarganya; pencegahan
penculikan; keawajiban negara untuk melindungi anak dari segala bentuk slah
perlakuan oleh orang tua atau orang lain; perlindungan bagi anak Yatim;
kewajiban negara untuk melindungi anak dari keterlibatan pekerjaan
yang mengcam kesahatan, pendidikan dan atau perkembangan ank, larangan
penyiksaaan, perlakuan tau hukuman yang kejam, pidana mati, pidna seumur hidup
dan penahan semen-mena.
3.
Kondisi krisis dan keadaan darurat anak yaitu:
Mengambalikan nak dalam kesatuan keluarga;
perlindungan anak pengungsian; kondisi konflik bersenjata/ perang dan perwatan
rehabiltasi.[7]
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa
perlindungan hukum terhadap anak merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah
serta masyarakat terutama dari pihak orang tua, dimana hal tersebut telah
dijamin dalam undang undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak serta
undang undang nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak. hak hak
tersebut yang termasuk hak anak yang menjadi pelaku kejahatan adalah berhak
mendapat perlakuan khusus, perlakuan yang manusiawi, bebas dari penyiksaan dan
tetap berhak mendapat pendidikan, termasuk dalam kasus NE diatas, sehingga
jaminan perlindungan hukum tersebut juga harus diberikan kepada NE termasuk
yang paling penting adalah mengupayakan diversi atau pengalihan peradilan
keluar persidangan, dimana hal tersebut merupakan suatu keharusan yang harus
diupayakan sejak tahap penyidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Setiap anak dilahirkan kedunia dalam keadaan suci,
suci dari segala perbuatan keji atau perbuatan buruk, namun seiring
perkembangannya anak bisa menjadi lebih baik dan bisa juga menjadi lebih buruk
hal itu diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti faktor keluarga, ekonomi,
pergaulan, lingkungan dan kelabilan anak seperti emosi dan kekesalan, kelabilan
anak mudah terpengaruh dari faktor faktor tersebut, seperti kasus NE dimana
jelas bahwa NE menganiaya AH Karena faktor kekesalan yang diakibatkan saling
mengijek, saling mencela antara AE dan AH hingga akhirnya berujung maut.
Namun meskipun demikian AE tetap memiliki hak hak
yang harus dilindungi oleh pemerintah serta masyarakat sebab hal itu telah
dijamin dalam Undang undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan
undang undang nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan anak.
3.2. Saran
1.
Pemerintah harus terus mengoptimalkan dalam rangka
encegah dan meminimalisir terjadinya kejahatan oleh anak dengan cara
2.
Orang tua dan keluarga harus memberi pengawasan terhadap
kegiatan anak dengan siapa dia bergaul dan lain sebagainya.
3.
Memberikan pendidikan karakter keagamaan kepada
anak
4.
Membudayakan cinta sesama dalam masyarakat
khususnya bagi anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku :
Uu No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Uu No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
Internet:
[1] Lihat uu no.35
tahun 2014 tentang perlindungan anak
[4] Opcit
uu no.35 tahun
2014 tentang perlindungan anak
Komentar
Posting Komentar